A. Pengertian
Jurnalisme Investigasi
Secara umum, investigasi bisa
diartikan sebagai upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan
lainnya untuk mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta.
Melakukan kegiatan investigatif sebenarnya jauh dari sekedar mengumpulkan
ribuan data atau temuan di lapangan, kemudian menyusun berbagai informasi yang
berakhir dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. Jadi
secara garis besar, jurnalisme investigatif adalah sebuah metode peliputan
untuk menyibak kebenaran kasus atau peristiwa.
Jurnalisme investigasi merupakan
salah satu bagian penting dalam dunia keilmuan jurnalistik. Jurnalisme
investigasi tidak hanya sekedar meliput, mencatat jawaban who, what, where,
when, how dan why, kemudian merekamnya dan membuatnya menjadi berita. Wartawan
yang menggeluti dunia investigasi harus bisa mencari data dan fakta yang lebih
mendalam yang berhubungan dengan kasus yang sedang digelutinya. Mulai dari data
dan fakta yang tampak di hadapan publik hingga data dan fakta yang belum
terungkap di depan publik[1].
Berikut beberapa
pengertian Jurnalisme Investigasi menurut pakar-pakar jurnalistik:
• Robert Greene
Kegiatan investigasi merupakan karya seorang/tim atau beberapa wartawan
atas suatu hal yang penting buat kepentingan masyarakat namun dirahasiakan.
Kegiatan investigasi ini minimal memiliki tiga elemen dasar: bahwa kegiatan itu
adalah ide orisinil dari si investigator, bukan hasil investigasi pihak lain
yang ditindaklanjuti oleh media; bahwa subyek investigasi merupakan kepentingan
bersama yang cukup masuk akal mempengaruhi kehidupan sosial mayoritas pembaca
surat kabar atau pemirsa televisi bersangkutan bahwa ada pihak-pihak yang
mencoba menyembunyikan kejahatan ini dari hadapan publik.
• Goenawan Mohammad
Kegiatan jurnalistik investigatif merupakan jurnalisme “membongkar
kejahatan”. Ada suatu kejahatan yang biasanya terkait dengan tindak korupsi
yang ditutup-tutupi. Namun, belakangan istilah investigasi semakin meluas.
Secara umum, dari berbagai definisi yang ada, investigasi bisa diartikan
sebagai upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya
untuk mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta. Melakukan
kegiatan investigatif sebenarnya jauh dari sekedar mengumpulkan ribuan data
atau temuan di lapangan, kemudian menyusun berbagai informasi yang berakhir
dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan susunan kejadian. Memang umumnya
hanya kalangan tertentu yang biasa melakukan investigasi. Tetapi, tidak menutup
kemungkinan masyarakat bisa melakukannya. Sehingga kegiatan investigasi bisa
diperluas menjadi kegiatan publik.
• Santana Jurnalisme
investigatif adalah sebuah metode peliputan untuk menyibak kebenaran kasus
atau peristiwa. Wartawan investigasi dituntut agar mampu melihat celah
pelanggaran, menelusurinya dengan energi reportase yang besar, membuat
hipotesis, menganalisis, dan pada akhirnya menuliskan laporannya.
• Aris Munandar
Jurnalisme investigatif adalah praktik jurnalisme, yang menggunakan metode
investigasi dalam mencari informasi. Karakter dari berita investigatif adalah:
a. merupakan produk kerja asli jurnalis bersangkutan, bukan hasil investigasi
dari sebuah instansi pemerintah atau nonpemerintah b. mengandung informasi yang
tidak akan terungkap tanpa usaha si jurnalis c. berkaitan dengan kepentingan
publik
B. Sejarah Dan
Perkembangan Jurnalisme Investigasi Di Indonesia
Sejarah jurnalisme di Indonesia Pelaksanaan jurnalisme investigatif di
Indonesia dipengaruhi antara lain oleh sistem politik “keterbukaan dan
kemerdekaan pers”. Di negeri ini semuanya terkait dengan sikap penguasa dalam
menerapkan kebijakan tentang kebebasan pers. Tidak mengherankan jika media
massa Indonesia memberikan gambaran fluktuatif mengenai pemberitaan
investigasi. Masalah korupsi yang sudah turun temurun terjadi sejak negara ini
merdeka, dapat dilaporkan pers dalam dua gerakan, yaitu “sangat takut” atau
“sangat berani”. Hal ini terjadi akibat bergantung pada kondisi politik yang
ada. Kegiatan investigasi pers Indonesia ditakut-takuti tindakan pembredelan
penguasa. Namun ditengah-tengah tindakan represif penguasa yang besar, masih
ada bagian pers yang mengerjakan jurnalisme investigasi. Kasus megakorupsi
pertamian pada 1974-1975 dilaporkan oleh surat kabar Indonesia Raya dan majalah
Tempo.
Di Indonesia, harian Indonesia Raya merupakan salah satu media di Indonesia
yang banyak dinilai fenomenal di dalam pelaporan investigasi. Visi jurnalisme
yang dibangun mengambil konsep advocacy journalism. Sebuah aliran new
journalism yang berkembang di Amerika Serikat tahun 1960-an. Format advocacy
dipakai untuk satu gaya jurnalistik yang teguh dalam pendiriannya untuk suatu
“perbaikan keadaan”. Selain itu, harian ini juga bersifat muckraking paper,
yaitu surat kabar yang melakukan penyidikan mengenai kasus korupsi atau tuduhan
korupsi oleh pejabat pemerintah atau pengusaha dan menyiarkannya dengan gegap
gempita.
Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan
1968-1974) bisa dikatakan tipikal awal penerbitan pers yang mengarahkan
liputannya ke dalam bentuk investigasi. Pada periode pertama penerbitan
(1949-1958), harian ini memiliki visi investigatif untuk melawan kekuasaan yang
dianggap bertanggung jawab atas semua keburukan yang terdapat dalam masyarakat.
Sedangkan pada periode kedua (1968-1974) harian ini menyoroti kasus-kasus
korupsi dan penyalahgunaan kekauasaan dalam perspektif peristiwa kemasyarakatan[2].
Pengaruh tiga dekade kekuasaan Orde Baru yang merepresi kehidupan pers
Indonesia, telah menjadikan pengenalan insilah investigasi tidak begitu
dikenali secara utuh dalam pedoman peliputan pers Indonesia. Pada awal 1980-an,
sebuah buku pegangan jurnalistik hanya memapakan “Laporan Investigatif” sebagai
“Sebuah Perkenalan” di salah satu subbagiannya. Investigative Report disebut
sebagai teknik mencari dan melaporkan sebuah berita dengan cara pengusutan.
Sementara itu, Charnley dalam buku Reporting menyatakan investigasi sebagai
“laporan mendalam” dan sekedar teknik pencarian berita, serta menegaskan
tentang batasan responsibilitas jurnalis untuk objektif, tidak memihak, dan
mengabdi pada kepentingan umum.
Laporan investigasi belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di dalam
tubuh pers. Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan laporan jenis ini sebagai
sebuah pendekatan yang bersifat temporer. Terdapat beberapa sebab yang
menghambat kegiatan peliputan investigatif oleh insan pers.
Reportase investigatif mulai tumbuh menjadi suatu bibit yang positif
biasanya pada negara yang otoriter dan totaliter. Disana seorang jurnalis
berusaha menyingkap hal-hal yang selalu ditutupi oleh penguasa, terutama begitu
kuatnya tekanan (pressure) terhadap dunia jurnalistik. Nah, baru berkembang
pada saat sang penguasa otoriter tumbang. Biasanya, pada zaman negara dipimpin
oleh rezim penguasa yang otoriter atau totaliter, banyak jurnalis yang menjadi
korban. Ada yang ditangkap, ada yang dibunuh seperti Udin dari Bernas
Yogyakarta. Atau medianya ada yang dibredel, seperti kasus Indonesia Raya
mengungkap kebobrokan dan korupsi di Pertamina yang melibatkan Soeharto dan
Ibnu Sutowo. Atau seperti TEMPO, yang mencoba menulis secara lengkap soal
skandal pembelian kapal perang bekas armada Jerman Timur, yang melibatkan
Menteri Riset dan Teknologi, waktu itu B.J. Habibie dengan Soeharto dan Liem
Soei Liong.
Kini, setelah Soeharto tumbang, banyak kasus yang selama ini gelap, mulai
bisa diungkap, walaupun masih sedikit, dan masih tampak ditutupi. Masih banyak
borok-borok, korupsi, manupulasi dan penyelewengan yang mengakibatkan rakyat
sengsara, negara hancur dan kehidupan bangsa semakin terpuruk, untuk
diinvestigatif. Misalnya, soal dana Jaringan Pengaman Sosial, dana Golkar,
perginya harta Soeharto, bisnis militer, penggelapan pajak, pencucian uang, dan
lain-lain, yang semuanya layak diinvestigasi.
C. Ruang Lingkup Dan Tantangan Jurnalisme Investigasi Di
Indonesia
Kasus investigasi meliputi hal-hal
yang memalukan, penyalahgunaan kekuasaan, dasar faktual dari hal-hal aktual
yang tengah menjadi pembicaraan publik, keadilan yang korup, manipulasi laporan
keuangan, bagaimana hukum dilanggar, perbedaaan antara profesi dan praktisi,
hal-hal yang disembunyikan, dan lain-lain. Wartawan investigasi mencoba mendapatkan
kebenaran yang tidak jelas, samar, atau tidak pasti. Topik-topik investigasi
mereka mengukur moralitas benar atau salah, dengan pembuktian yang tidak
memihak yang didapat melalui riset atau penelitian. Tidak hanya sekedar menolak
kesepakatan melainkan juga menyatakan apakah sesuatu yang terjadi itu sesuai
dengan moral atau tidak.
Menurut Wina Armada (1993), laporan
invesigasi di Indonesia belum menjadi suatu tradisi yang melembaga di tubuh
pers pada tahun 1990-an. Laporan investigasi belum memiliki dampak luas dan
menonjol. Pekerja pers Indonesia masih mengerjakan investigasi, sebagai sebuah
pendekatan, yang bersifat temporer, kadang-kadang dan masih dapat dihitung
jari. Armada mengajukan beberapa sebab yang menghambat kegiatan peliputan
investigatif, yakni pers Indonesia masih menilai laporan investigatif adalah
laporan yang memakai “biaya tinggi”. Proses liputannya menghabiskan “waktu”
yang amat panjang. Hasil akhir (output) yang “tidak pasti” memberikan halangan
juga kepada gairah wartawan Indonesia. Ditambah lagi “risiko besar” yang bisa
timbul akibat peliputannya. Dan, persyaratan “modal kuat, keuletan dan
kesabaran” yang harus dimiliki seorang wartawan investigatif Indonesia belum
mendapat tempat di kalangan pers saat itu.
Dalam amatan Andreas Harsono, dekade 1990-an merupakan fase beberapa
majalah mulai secara eksplisit memakai istilah “investigasi” pada beberapa
liputannya. Ketika terbit tahun 1996, dwi-mingguan Tajuk menyatakan dirinya
sebagai majalah “berita, investigasi dan entertaimen. Penerbitan kembali
majalah Tempo, 6 Oktober 1998, seusai dibredel, membuat sebuah rubric dengan
nama “investigasi”. Tempo membuka lembaran baru penerbitannya (6 – 12 Okotober
1998, “Pemerkosaan: Cerita dan Fakta”) dengan laporan investigasi mengenai
pemerkosaan keturunan Cina pada saat huru-hara Mei 1998.
Pada dasarnya, setiap wartawan
mengerjakan peliputan yang dilakukan, menurut Bruce Page kerja investigasi
membuat berbagai isi surat kabar memiliki perbedaan dibanding brosur sebuah
iklan. Kerja keras para wartawan dalam meningkatkan pelaporan jurnalistik yang
bermutu. Nilai mutunya terletak didalam membangun dasar fakta-fakta.
Kerja wartawan investigasi kerap
menemukan area peliputan yang mesti dibuka dengan sengaja, dicari dengan
hitungan asumsi tertentu, dan dikontak dengan ketekunan dalam menarik
narasumber untuk membeberkan keterangan yang diperlukan. Berbagai narasumber
bahkan diasumsikan berkemungkinan untuk corrupt,memanipulasi keterangan. Karena
itulah, berbagai data dan keterangan yang didapat dari sebuah kisah berita
memerlukan analisis kritis wartawan investigatif. Tidak sesederhana didalam
peliputan yang dapat langsung mencatat berbagai rentetan keterangan dari sebuah
peristiwa berita regular atau seremonial.
Para wartawan investigasi juga
kerap harus jeli dan waspada terhadap berbagai kisah berita yang tersebar di
masyarakat. Beberapa pihak sengaja menyewa perusahaan public relations
(hubunggan masyarakat) untuk membuat perencanaan kisah berita tertentu. Lalu,
membayar kerja pengacara untuk menyangkal berbagai isu yang tersebar. Public
tentu saja akan menolak paparan kisah berita yang dikemukakan para petugas
human relations. Dari sanalah, para pekerja media jurnalistik memulai rangkaian
liputan investigasinya.
Mereka mulai meneliti berbagai
item berita yang dapat diungkap untuk konsumsi pemberitaan media harian dan
mingguan. Mereka juga mulai menyusun strategi untuk wawancara yang dapat
membuka selubung bukti keterangan yang sengaja dirancang. Selain itu, juga
memulai rancangan kegiatan penulisan yang dapat diterima publik[3].
Dalam peliputan, wartawan pasti mempunyai hambatan-hambatan
yaitu :
1)
Memiliki modal yang besar.
Peliputan jurnalisme investigasi
memakan waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena penggalian berita yang
hingga akar akan dikupas menyebabkan para wartawan mengumpulkan data dari
berbagai sumber. Proses yang lama ini
pasti akan lebih memakan biaya keseluruhan yang terus menerus akan dikeluarkan.
Pemilik modal akan terus mengeluarkan biaya sampai kasus yang dicarai didapat.
Dan itu bukan pekerjaan mudah. Pasti
banyak lika-liku yang harus ditempuh agar tujuan yang diinginkan
tercapai.
Tergambar jelas bahwa teknik
peliputan investigasi bukanlah sebuah liputan biasa yang bisa dikerjakan dalam
hitungan jam atau hari. Sangat di tuntut kesabaran dalam liputan ini serta
kerja keras dan strategi agar menghasilkan kualitas liputan terbaik. Objek yang
dituju pun didapat. Wartawan harus berhati-hati dalam peliputan. Tidak sedikit
wartawan yang mengalami kecelakaan dalam proses peliputan jurnalisme
investigasi. Dan semua itu tidak ada jaminan dan undang-undang untuk teknik peliputan
jurnalisme investigasi.
2)
Proses upaya penelusuran
yang panjang dan memakan waktu yang lama.
Secara sederhana, kegiatan
liputan jurnalisme investigasi umumnya terbagi kedalam dua bagian proses
liputan. Kegiatan awal jurnalisme investigasi adalah menelusuri berbagai
permasalahan yang yang mesti ditindaklajuti. Jika mendapatkan permasalahan itu
selanjutkan pada bagian kedua yang merupakan tahap lebih serius dan investigasi
bisa dimulai. Pada tahapan inilah yang membuat proses berlangsung jurnalisme
investigasi memakan waktu yang lama.
Pada saat wartawan mengerjakan
liputan investigasi pun terkadang mereka melakukan penyamaran dan tidak
mengungkapkan pada narasumber bahwa mereka adalah wartawan. Dalam penyamaran
ini tidak pernah mendapatkan kesepakatan soal apakah akhir kerja wartawan, atas
nama kepentingan publik, dapat membenarkan segala cara dalam meliput termasuk
dengan penyamaran. Beberapa kalangan wartawan menyepakati bahwa tindakan
penyiasatan seperti penyamaran merupakan sebuah upaya mendapatkan berita yang
tidak melanggar etika. Mereka masih melihat hal tersebut sebagai taktik
jurnalistik, bukan tindak pelanggaran.
3)
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia menjadi salah
satu hambatan dalam peliputan jurnalisme investigasi. Hal ini dilihat dari
sangat jarang wartawan yang berani mengungkap sebuah kasus hingga sampai ke
akar. Faktor keselamatan yang perlu dipertimbangkan. Undang-undang mengenai
peliputan jurnalisme investigasi pun belum ada. Jadi keselamatan para wartawan
tidak terjamin. Di indonesia sangat jarang sekali yang membahas korupsi hingga
ke akar.
Seperti contoh kasus Gayus
Tambunan yang menggantung. Para petinggi Gayus tidak tertangkap dan uang hasil
korupsi pun entah kemana. Jika topik ini di angkat ke dalam jurnalisme
Investigasi, pasti akan terseret beberapa petinggi pemerintah yang terlibat.
Maka jika sudah terlibat petinggi pemerintah,maka akan sulit untuk diungkap.
Karena seluruh penguasa dikuasai oleh pemerintah. Sudah pasti wartawan akan
semakin sulit dan mengancam keselamatan karena para petinggi tidak ingin
masyarakat sampai mengetahui kebenaran.
Jurnalisme investigasi sangat
berpengaruh bagi masyarakat. Dengan jurnalisme investigasi masyarakat menjadi
tahu kebohongan yang terus ditutup-tutupi dari kebenaran. Itu merupakan
pekerjaan wartawan untuk membongkar peristiwa yang tak terekspos keranah
publik. Tapi perlu diperhatikan beberapa catatan agar wartawan mengerti dan
faham cara kerja dan resiko yang akan dilewati dalam peliputan jurnalisme
investigasi[4].
[1] http://fahriariie.wordpress.com/2013/04/05/apa-itu-jurnalisme-investigasi/
[2] Setiawan Santana kurnia, jurnalisme
investigasi,Jakarta: yayasan obor Indonesia 2003.
[3] Setiawan Santana kurnia, jurnalisme
investigasi,Jakarta: yayasan obor Indonesia 2003 hal-106
[4] http://nurhikmahjurnalis.blogspot.com/2012/07/jurnalisme-investigasi-tak-berkembang.html
No comments:
Post a Comment